Minggu, 11 Februari 2018

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam

MAKALAH
PENGANTAR HUKUM ISLAM

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Pengantar Hukum Islam



Disusun Oleh :
Muhammad Chandra (15421034)
Dosen :
Ahmad Nurozi


PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN



  1. Latar Belakang

Dapat dikatakan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna karena pada ajarannya Islam bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya(حبل من الله), namun juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya(حبل من الناس)[1]. Ajaran yang terdapat pada agama Islam bukan hanya mengenai keterkaitan atau aturan antara manusia (makhluk) dengan tuhannya (khalik) tetapi juga seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan manusia dalam kesehariannya mulai dari ibadah, ketatanegaraan, hubungan social dan lain sebagainya telah diatur dan diajarkan oleh Islam melalui Al-qur’an sebagai pokok ajaran agama dan Sunnah- Sunnah Rasul sebagai penerjemah atau penjelas dari apa yang terdapat didalam Al-qur’an.
Penjelasan mengenai kesempurnaan ajaran agama Islam telah disampaikan oleh Allah SWT dalam firmannya surah Al-Maidah ayat 3:
اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِيْنًا
Artinya :
Pada hari ini telah Aku sempurnakan kamu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.         
                        Adapun yang saya bahas pada makalah ini yaitu mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam, dimana didalamnya membahas tentang perkembangan Hukum Islam dari zaman Rasulullah sampai sekarang ini.






BAB II
PEMBAHASAN


  1. Definisi Hukum Islam
Secara etimologi, Kata Islam berasal dari Bahasa arab yaitu salima yang berarti menyelamatkan, juga bisa berasal dari kata aslama yang berarti berserah diri, yang artinya bahwa setiap pemeluk agama Islam sudah seyogiayanya menyerahkan dirinya serta segala sesuatu yang bersangkutan mengenai kehidupannya baik dalam segi jasmani maupun material. Sedangkan hukum sendiri berasal dari kata hukm yang memiliki arti mencegah atau menolak, dalam artian mencegah segala bentuk kedzaliman dan kerusakan yang datang dari diri setiap manusia. Hukum Islam merupakan sebuah hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam, dalam artian Hukum Islam juga merupakan bagian dari agama Islam. Definisi Hukum Islam sendiri dapat dijeaskan sebagai seperangkat ketentuan yang dating dari Allah SWT yang harus ditaati oleh seorang muslim.
Terdapat beberapa pengertian yang berbeda diantara kalangan ahli Hukum Islam mengenai pengertian Hukum Islam itu sendiri, diantara:
Ø  Hasbi Ash-shiddiqi, Hukum Islam ialah koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ø  Prof. Mahmoud Syaltout berpendapat bahwa Hukum Islam (syariat) merupakan peraturan yang diciptakan Allah agar manusia berpegang teguh kepada-Nya dalam hubungan dengan Tuhan, saudara sesama muslim, sesama umat manusia serta dengan seluruh dan kehidupan.
Ø  Muhammad Ali Attahanawi memberikan pengertian Hukum Islam sebagai cakupan seluruh ajaran islam yang meliputi berbagai bidang, seperti ibadah, muamalah, akhlak dan akidah.[2]

Pembahasan serta pemahaman mengenai Hukum Islam sendiri bukan tidak disertai tujuan, karena jika dipelajari dengan seksama bahwa sumber daripada Hukum Islam ialah Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Sudah dapat dipastikan bahwa tujuan Hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala sesuatu yang baik dan meninggalkan/menolak segala yang buruk yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan Hukum Islam ialah kemashlahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan social[3].

2.      Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam
Hukum Islam pada dasarnya ialah suatu tatanan atau kaidah –kaidah mengenai hukum ajaran agama islam yang mana sumbernya ialah Al-qur’an dan hadits serta dibantu oleh qiyas dan ijma’ para ulama. Dalam perkembangannya sendiri, Hukum Islam mengalami pertumbuhan sebagaimana halnya pertumbuhan segala sesuatu yang hidup, dimana Hukum Islam tidak akan tumbuh tanpa adanya sesuatu yang lain, juga tidak sekaligus mencapai tahap kesempurnaanya. Tetapi Hukum Islam tumuh berkembang karena ada sebab yang mendahuluinya, kemudia mengalami perkembangan secara bertahap dalam kehidupan dan ujudnya sehingga sampai ketarap kesempurnaan[4].
Para sejahrawan Hukum Islam serta para ulama terdahulu telah mengadakan pembagian terhadap tahap- tahap pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam mulai dari zaman Rasulullah sampai sekarang ini. Dalam pembagiannya, terdapat beberapa perbedaan pengelompokan terhadap pembagian tahap- tahap itu sendiri tergantung pada tujuan yang mereka tetapkan terhadap pembahasan Hukum Islam tersebut. Namun sebagian besar penulis sejarah Hukum Islam mengelompokan pembagian tahap- tahap tersebut kedalam 5 tahapan, yaitu :
1.      Masa Nabi Muhammad (610 M – 632 M)
2.      Masa Khulafa Rasyidin (632 M – 662 M)
3.      Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuuan (abad 7 – 10 M)
4.      Masa Kelesuan Pemikiran (abad 10 – 19 M)
5.      Masa Kebangkitan Kembali (abad 19 – sekarang)

3.      .Tahap- Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam
1.      MASA NABI MUHAMMAD
Rasulullah dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul awal, sekitar tahun 571 M di Mekkah. Beliau diberi nama Ahmad atau ada yang menyebutkan Muhammad, yang berasala dari akar kata yang sama yang memiliki arti terpuji. Sejak kecil beliau sudah menjadi anak yang berbakti kepada keluarganya, hal itu Nampak dari kegiatan sehari- hari beliau kala itu yaitu berdagang dan menggembala hewan ternak. Disamping itu beliaupun terkenal akan akhlaknya yang terpuji dan tidak pernah berbuat cela serta sering menolong orang yang lemah. Ketika berumur 40 tahun, beliau mendapatkan risalah kenabian yang disampaikan oleh Jibril, yaitu setelah beliau berkhalwat didalam gua Hira.
Sejak mendapatkan wahyu pertamanya itulah beliau mulai melakukan dakwah, dakwah yang beliau syiarkan pada awalnya beliau lakukan secara sembunyi- sembunyi Karena apa yang belau syiarkan sangatlah bertentangan dengan keyakinan penduduk kota Mekkah pada saat itu. Apa yang beliau sampaikan ialah mengenai penyembahan serta pengesaan kepada Allah SWT yang maha esa. Setelah bertahun- tahun beliau menyiarkan Islam di Mekkah serta perjuangannya melawan bangsa Quraisy, kemudian beliau hijrah ke Madinah.
Kedatangan beliau disambut hangat oleh para penduduk Madinah, kemudian dimadinah beliau mulai menyiarkan ajaran agama Islam yang sebagian besar kandungan dari apa yang beliau syiarkan di Madinah yaitu ajaran mengenai :
                                                              i.      Muamalah sesama muslim
                                                            ii.      Perniagaan, pemerintahan serta politik yang sesuai dengan ajaran Islam
                                                          iii.      Pembentukan pasukan pertahanan
Dari apa yang beliau sampaikan kepada penduduk Madinah, semuanya berlandasan pada apa yang diwahyukan Allah SWT kepadanya. Setiap perkara yang timbul dikalangan para penduduk kala itu, beliau selesaikan berdasarkan hukum- hukum dan ketentuan- ketentuan yang ia terima dari Allah SWT berupa wahyu.
2.      MASA KHULAFA RASYIDIN
Setelah wafatnya nabi, maka perlulah ada seorang pengganti, bukan pengganti sebagai utusan Allah SWT, tetapi sebagai pemimpin masyarakat kepala Negara. Pengganti kedudukan beliau sebagai pemimpin umat islam ini dibeut sebagai khalifa (khulafa rasyidin). Pemilihan pengganti Rasul ini pun ditujukan kepada kalangan sahabat Rasul sendiri.
Kata khulafa merupakan bentuk jama’ dari khalifa yang berarti wakil. Abu al-hasan al-mawardi dalam bukunya al-ahkam as-sulthabiyah menyatakan bahwa tugas utama seorang khalifa adalah menjaga kesatuan umat dan pertahanan Negara[5].
Para sahabat Rasul yang terpilih untuk menjadi Khalifah setelah kewafatannya yaitu Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah pertama. Setelah beliau meninggal kemudia digantikan oleh Umar ibn Khattab, dan diteruskan oleh Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib.pemerintahan para Khulaf Rasyidin tersebut berlangsung selama 30 tahun.
Masa pemerintahan Khulafa Rasyidin sangatlah penting jika dilihat dari perkembangan Hukum Islam karena dijadikan model atau comtoh oleh generasi-generasi berikutnya, terutama generasi ahli hukum islam di zaman mutakhir ini tentang cara mereka menemukan dan menerapkan Hukum Islam[6].
a.      Khalifah Abu Bakas Shiddiq
Beliau adalah seorang ahli hukum yag tinggi mutunya. Banyak tindakan beliau yang dicatat dalam sejarah islam diantaranya, 1) pidato pelantikannya. 2) cara beliau dalam memecahkan persoalan yang timbul dikalangan masyarakat. Mula-mula pemecahan masalah itu dicarinya dalam Al-quran dan Sunnah nabi. Apabila tidak didapatkannya diantara dua itu, maka Abu Bakar bertanya kepada para sahabat nabi yang ia kumpulkan dalam suatu majlis. Kemudian mereka yang kumpul dlam majlis itu melakukan ijtihad bersama atau ijtihad kolektif. Timbullah keputusan atau konsesus bersama yang disebut ijma’ mengenai masalah tertentu. Dalam masa pemerintahan Abu Bakar inilah sering dicapai apa yang disebut dalam kepustakaan sebagi ijma’ sahabat[7]. 3) pembentukan panitia khusus yang bertugas mengumpulkan ayat- ayat Al-qur’an yang pada masa nabi ditulis pada bahan-bahan seperti pelepah kurma, tulang- tulang unta dan sebagainya kedalam satu naskah.

b.      Khalifah Umar ibn Khatab
Masa pemerintahan umar berlangsung dari tahun 634 sanpai 644 M. beberapa usaha yang telah beliau lakukan pada masa pemerintahannya diantaranya :1) penetapan tahun islam yang sekarang dikenal sebagai tahun Hijriyah yang perhitungannya berdasarkan peredaran bulan (qamariyah). Penghitungan tahun ini dimulai sejak hijrahnya nabi dari Mekah ke Madinah. 2) penetapan Umar yang masih dikuti oleh seluruh umat islam sampai saat ini yaitu membiasakan untuk shalat tarawih, yaitu shalat yang dilakukan pada setiap malah di bulan Ramadhan.
Khalifah Umar pun terkenal akan keberaniannya menfsirkan ayat- ayat Al-qur’an berdasarkan keadaan yang nyata pada suatu waktu tertentu. Ia mengikuti cara Abu Bakar dalam menentukan hukum, namun demikian beliau terkenal akan kebijaksanaanya dalam menerapkan ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-qur’an untuk mengatasi suatu masalah yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan akan kepentingan dan kemashlahatan umat.
c.       Masa khalifah Utsman ibn Affan
Masa pemerintahan Utsman ibn Affwan berlangsung dari tahun 644 M- 656 M. Selanjutnya masuk ke dalam masa ke khalifahan Utsman bin Affan yang berlangsung dari tahun 644-656 M, produk hukum yang dibangunnya dapat juga dilihat dari jasa-jasa besarnya yang paling penting yaitu tindakannya telah membuat al Qur’an standar (kodifikasi al Qur’an). Standarisasi al Qur’an dilakukannya karena pada masa pemerintahannya, wilayah Islam telah sangat luas dan di diami oleh berbagai suku dengan bahasa dan dialek yang berbeda.
Karena itu, dikalangan pemeluk agama Islam, terjadi perbedaan ungkapan dan ucapan tentang ayat-ayat al Qur’an yang disebarkan melalui hafalan. Perbedaan cara mengungkapkan itu, menimbulkan perbedaan arti, saat berita ini sampai kepada Usman, ia lalu membentuk penitia yang di ketuai Zaid bin Tsabit untuk menyalin al Qur’an yang telah dihimpun pada  masa khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah (janda nabi Muhammad SAW).Panitia tersebut bekerja secara disiplin, menyalurkan naskan al Qur’an ke dalam Mushaf untuk dijadikan standar dalam penulisan dan bacaan al Qur’an di wilayah kekuasan Islam pada waktu itu[8].
d.      Masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib
                  Setelah Usman meninggal dunia, orang-orang terkemuka memilih Ali Bin Abi Thalib menjadi khalifah ke-4. Ia memerintah dari tahun 656-662 M. Ali tidak dapat berbuat banyak dalam mengembangkan agama Islam karena keadaan negara tidak stabil. Di sana timbul bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam yang bermuara pada perang saudara yang kemudian menimbulkan kelompok-kelompok. Di antaranya dua kelompok besar yakni, kelompok Ahlussunah Wal Jama’ah, yaitu kelompok atau jamaah umat Islam yang berpegang teguh pada Sunnah Nabi Muhammad dan Syi’ah yaitu pengikut Ali Bin Abi Thalib.

                  Penyebab perpecahan diantara dua kelompok ini adalah perbedaan pendapat mengenai “masalah politik” yakni siapa yang berhak menjadi khalifah, kemudian disusul dengan masalah pemahaman akidah, pelaksanaan ibadah, sistem hukum dan kekeluargaan. Golongan syi’ah sekarang banyak terdapat di Libanon, Iran, Irak, Pakistan, India dan Afrika Timur. Sumber hukum Islam di masa Khulafa Rasyidin ini adalah Al Qur’an, Ijma’ sahabat dan Qiyas[9].



3.      MASA PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PEMBUKUUAN
                  Periode ini berlangsung pembinaan hukum islam dilakukan pada masa pemerintahan khalifah “Umayyah” (662-750) dan khalifah “Abbasiyah” (750-1258). Di masa inilah (1) Lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fikih Islam; (2) muncul berbagai teori hukum Islam yang masih digunakan sampai sekarang.
                  Adapun faktor-faktor yang mendorong orang menetapkan hukum dan merumuskan garis-garis hukum adalah:
1.    Wilayah Islam sudah sangat luas dari Hindia, Tiongkok sampai ke Spanyol maka tinggal berbagai suku bangsa dengan adat istiadat, cara hidup kepentingan yang berbeda oleh karena itu diperlukan pedoman hukum yang jelas yang dapat mengatur tingkah laku mereka dalam berbagai bidang
2.    Telah ada karya-karya tulis tentang hukum yang dapat digunakan sebagai landasan untuk membangun serta mengembangkan fikih islam.
3.    Telah tersedia para ahli hukum yang mampu berijtihad untuk memecahkan berbagai masalah hukum dalam masyarakat.

                  Pada periode inilah muncul para mujtahid yang sampai sekarang masih berpengaruh dan pendapatnya diikuti oleh umat Islam diberbagai belahan dunia. Mereka itu diantaranya adalah:

1.      Imam Abu Hanifah (Al-Nukman ibn Tsabit) : 700-767 M
            Beliau lahir di Kufah pada tahun 80 H dan wafat di Bagdad pada tahun 150 H. Semula materi yang sering di diskusikan adalah tentang ilmu kalam yang meliputi al-Qada dan Qadar. Kemudian ia pindah ke materi-materi fiqh Al-Khatib al-Bagdadi menuturkan bahwa Abu Hanifah tadinya selalu berdiskusi tentang ilmu kalam.
            Sebagaimana ulama lain, sumber syariat bagi Abu Hanifah adalah Al-Qur’an dan Al-Snnah, akan tetapi ia tidak mudah menerima hadiah yang diterimanya. Lahannya menerima hadis yang diriwayatkan oleh jama’ah dari jama’ah, atau hadist yang disepakati oleh fuqaha di suatu negeri dan diamalkan; atau hadist ahad yang diriwayatkan dari sahabat dalam jumlah yang banyak (tetapi tidak mutawatir) yang di pertentangkan.

2.      Imam Malik Bin Anas: 713-795 M
            Ia lahir pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Malik  bin Anas tinggal di Madinah dan tidak pernah kemana-mana kecuali beribadah Haji ke Mekkah. Imam Malik menempatkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama, kemudian al hadist sedapat mungkin hadist yang mutawatir atau masyhur.

3.       Muhammad Idris Al-Syafi’i: 767-820 M
            Ia lahir di Ghazah atai Asqalan pada tahun 150 H. Ia berguru kepada Imam Malik di Madinah. Kesetiannya kepada Imam Malik ditunjukkan dengan nyantri di tempat sang guru hingga sang guru wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i pernah juga berguru kepada murid-murid Abu Hanifah. Ia tinggal di Bagdad selama dua tahun, kemudian kembali ke Mekkah. Akan tetapi tidak lama kemudian ia kembali ke Irak pada tahun 198 H, dan berkelana ke Mesir.

            Ia berpendapat bahwa qiyas merupakan metode yang tepat untuk menjawab masalah yang tidak manshus.[10][10] Menurut Imam Syafi’i tata urutan sumber Hukum Islam adalah:
                        1)    Al Qur’an dan Al-Sunnah
                        2)   Bila tidak ada dalam Al Qur’an dan Al Sunnah, ia berpindah ke Ijma.
4.      Ahmad Bin Hambal (Hanbal): 781-855 M  
             Ia lahir di Bagdad pada tahun 164 H. Ia tinggal di Bagdad sampai akhir hayatnya yakni tahun 231 H. Negeri-negeri yang pernah ia kunjungi untuk belajar antara lain adalah Basrah, Mekkah, Madinah, Syam dan Yaman. Ia pernah berguru kepada Imam Syafi’i di Bagdad dan menjadi murid Imam Syafi’i yang terpenting, bahkan ia menjadi mujtahid sendiri.
             Menurut Imam Ahmad, sumber hukum pertama adalah Al-Nushush, yaitu Al Qur’an dan Al Hadist yang marfu. Apabila persoalan hukum sudah didapat dalam nas-nas tersebut, ia tidak beranjak ke sumber lain, tidak pula menggunakan “metode ijtihad”. Apabila terdapat perbedaan pendapat di antara para sahabat, maka Imam akan memilih pendapat yang paling dekat dengan Al Qur’an dan Al Sunnah.

4. MASA KELESUAN PEMIKIRAN
        Pada masa ini ahli hukum tidak lagi menggali hukum fiqih Islam dari sumbernya yang asli tapi hanya sekedar mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada dalam mashabnya masing-masing. Yang menjadi ciri umum pemikiran hukum dalam masa ini adalah para ahli hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum yang terdapat pada Al Qur’an dan sunah, tetapi pikirannya ditumpukan pada pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran hukum para imamnya saja.
        Keadaan ini dalam sejarah dikenal dengan periode “kemunduran” dalam perkembangan hukum Islam. Yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Kesatuan wilayah Islam yang luas, telah retak dengan munculnya beberapa negara baru baik di Eropa, Afrika, Timur Tengah dan Asia.
2.      Ketidak stabilan politik yang menyebabkan ketidak stabilan berfikir.
3.      Pecahnya kesatuan kenegaraan/ pemerintahan itu menyebabkan merosotnya kewibawaan pengendalian perkembangan hukum.

5. MASA KEBANGKITAN KEMBALI (ABAD 19 – SEKARANG)
Setelah mengalami kelesuan,kemunduran beberapa abad lamanya, pemikiran Islam bangkit kembali. Ini terjadi pada bagian kedua abad ke-19. Kebangkitan kembali pemikiran Islam timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid tersebut di atas yang telah membawa kemunduran hukum Islam. Muncullah gerakan-gerakan baru di antara gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Gerakan ini, dalam kepustakaan disebut gerakan salaf (salafiyah) yang ingin kembali kepada kemurnian ajaran Islam di zaman salaf (=permulaan), generasi awal dahulu.
Sebagai reaksi terhadap taqlid di atas pada periode kemunduran itu sendiri telah muncul beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengatasi persoalan-persoalan perkembangan masyarakat. Pada abad ke-14 telah timbul seorang mujtahid besar, namanya Ibnu Taimiyyah (1263-1328) dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziah (1292-1356). Dilanjutkan pada abad ke-17 oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1787) yang terkenal dengan gerakan Wahabi yang mempunyai pengaruh pada gerakan Padri di Minangkabau (Indonesia). Usaha ini dilanjutkan kemudian oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) di lapangan politik (H.M. Rasjidi, 1976:20). Ia menilai kemunduran umat Islam disebabkan antara lain karena penjajahan Barat. Karena itu, agar umat Islam dapat maju kembali, untuk itu ia menggalang persatuan seluruh umat Islam yang terkenal dengan nama Pan Islamisme.
Cita-cita Jamaluddin kemudian dilanjutkan oleh muridnya Mohammad Rasjid Ridha (1865-1935) yang mempengaruhi pemikiran umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, pikiran-pikiran Abduh diikuti antara lain oleh gerakan sosial dan pendidikan Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912[11].




BAB III
KESIMPULAN

sejarah perkembangan hukum islam telah melalui masa yang tidak sebentar karena telah melalui beberapa priode sejak zaman Rasulullah SAW, para sahabat, tabi’in, dan seterusnya hingga sekarang. Oleh karena itu kita harus menjaga hasil dari pemikiran-pemikiran para pendahulu kita yang mana pemikiran mereka tidak dilakukan dengan sembarangan melaikan dengan ijtihad yang kelasnya bukan main-main. Selain itu sekarang sudah banyak pemikiran-pemikiran yang sangat ekstrim sehingga kita harus berhati-hati akan pemikiran tersebut agar nanti kita tidak terjerumus ke dalam pemikiran yang sesat itu.




DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Abdul Wahid. 2009. Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: Sinar Grafika.
Siraj, Khozin. 1984. Hukum Islam Sejarah Perkembangannya Aliran-Alirannya Sumber- Sumbernya. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Hukum.
Ghofur Anshori, Abdul. 2008. Hukum Islam Dinamika dan Pekembangannya. Yogyakarta: Kreasi Total Media.
http://restukift17.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html
Daud Ali, Mohammad. 2014. Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.




[1] Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H dan Yulkarnain Harahab, S.H., M.SI, Hukum Islam dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008, hal. 9.
[2] http://statushukum.com/definisi-hukum-islam.html, diunggah pada : 01 oktober 2015.
[3] Prof. Dr. H. Mustofa, S.H., M.Si dan Drs. H. Abdul Wahid, S.H., M.A Hukum Islam Kontemporer, Sinar Grafika, 2009, hal. 6.
[4] Khozin Siraj, Hukum Islam Sejarah Perkembangannya Aliran-Alirannya Sumber- Sumbernya, Bagian Penerbitan Fakultas Hukum, Yogyakarta, 1984, hal. 4
[5] Prof. H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hal. 170.
[6] Ibid, hal. 171.
[7] Ibid, hal. 173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MASIHKAH KITA?
Sesore ini, Sedang hujan kian membasahi Di sela-sela bale bambu depan rumahku Kuselipkan sepilihan rindu Sambil terus bermunajat Pada semesta sore yang menjadi waktu paling romantis?
MENGUNGKAP YANG TERSEMBUNYI
Cinta, menurut Jalaluddin ar-Rumi, merupakan cahaya kehidupan dan nilai kemanusiaan. Sesungguhnya cinta itu kekal; jadi harus diberikan kepada yang kekal pula. Ia tidak pantas diberikan kepada yang ditakdirkan fana’
SEBELUM KUPERGI BERLADANG
Sama seperti kemarin, aku berdo’a sebelum beranjak menuju ladang kopiku yang juga merupakan warisan orang tuaku. Di sela do’aku, Amad; begitu aku memanggil anakku; datang menghampiriku dengan membawa setoples emping dan secangkir kopi khas racikan keluarga. “Bah, ini kubuatkan kopi untuk abah...spesial dari anak abah tercinta”, ujarnya sambil menaruh secangkir kopi hangat di hadapanku.