MAKALAH
PENGANTAR HUKUM ISLAM
“SEJARAH
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM”
Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Pengantar Hukum Islam
Disusun Oleh :
Muhammad Chandra (15421034)
Dosen :
Ahmad Nurozi
PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dapat dikatakan
bahwa Islam merupakan agama yang sempurna karena pada ajarannya Islam bukan
hanya mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya(حبل من الله), namun juga mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia lainnya(حبل من الناس)[1].
Ajaran yang terdapat pada agama Islam bukan hanya mengenai keterkaitan atau
aturan antara manusia (makhluk) dengan tuhannya (khalik) tetapi juga seluruh
rangkaian kegiatan yang dilakukan manusia dalam kesehariannya mulai dari
ibadah, ketatanegaraan, hubungan social dan lain sebagainya telah diatur dan
diajarkan oleh Islam melalui Al-qur’an sebagai pokok ajaran agama dan Sunnah-
Sunnah Rasul sebagai penerjemah atau penjelas dari apa yang terdapat didalam
Al-qur’an.
Penjelasan
mengenai kesempurnaan ajaran agama Islam telah disampaikan oleh Allah SWT dalam
firmannya surah Al-Maidah ayat 3:
اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ
وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِيْنًا
Artinya :
Pada hari ini telah Aku sempurnakan
kamu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan telah Aku ridhai
Islam sebagai agamamu.
Adapun yang saya bahas
pada makalah ini yaitu mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hukum
Islam, dimana didalamnya membahas tentang perkembangan Hukum Islam dari
zaman Rasulullah sampai sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
- Definisi Hukum Islam
Secara
etimologi, Kata Islam berasal dari Bahasa arab yaitu salima yang berarti
menyelamatkan, juga bisa berasal dari kata aslama yang berarti berserah
diri, yang artinya bahwa setiap pemeluk agama Islam sudah seyogiayanya
menyerahkan dirinya serta segala sesuatu yang bersangkutan mengenai
kehidupannya baik dalam segi jasmani maupun material. Sedangkan hukum sendiri
berasal dari kata hukm yang memiliki arti mencegah atau menolak, dalam
artian mencegah segala bentuk kedzaliman dan kerusakan yang datang dari diri
setiap manusia. Hukum Islam merupakan sebuah hukum yang bersumber dari ajaran
agama Islam, dalam artian Hukum Islam juga merupakan bagian dari agama Islam.
Definisi Hukum Islam sendiri dapat dijeaskan sebagai seperangkat ketentuan yang
dating dari Allah SWT yang harus ditaati oleh seorang muslim.
Terdapat
beberapa pengertian yang berbeda diantara kalangan ahli Hukum Islam mengenai
pengertian Hukum Islam itu sendiri, diantara:
Ø Hasbi
Ash-shiddiqi, Hukum Islam ialah koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan
syariat Islam dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ø Prof.
Mahmoud Syaltout berpendapat bahwa Hukum Islam (syariat) merupakan peraturan
yang diciptakan Allah agar manusia berpegang teguh kepada-Nya dalam hubungan
dengan Tuhan, saudara sesama muslim, sesama umat manusia serta dengan seluruh
dan kehidupan.
Ø Muhammad
Ali Attahanawi memberikan pengertian Hukum Islam sebagai cakupan seluruh ajaran
islam yang meliputi berbagai bidang, seperti ibadah, muamalah, akhlak dan
akidah.[2]
Pembahasan
serta pemahaman mengenai Hukum Islam sendiri bukan tidak disertai tujuan,
karena jika dipelajari dengan seksama bahwa sumber daripada Hukum Islam ialah
Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Sudah dapat dipastikan bahwa tujuan Hukum
Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan
jalan mengambil segala sesuatu yang baik dan meninggalkan/menolak segala yang
buruk yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain,
tujuan Hukum Islam ialah kemashlahatan hidup manusia, baik rohani maupun
jasmani, individual dan social[3].
2.
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam
Hukum Islam pada dasarnya ialah suatu tatanan atau kaidah –kaidah
mengenai hukum ajaran agama islam yang mana sumbernya ialah Al-qur’an dan hadits
serta dibantu oleh qiyas dan ijma’ para ulama. Dalam perkembangannya sendiri,
Hukum Islam mengalami pertumbuhan sebagaimana halnya pertumbuhan segala sesuatu
yang hidup, dimana Hukum Islam tidak akan tumbuh tanpa adanya sesuatu yang
lain, juga tidak sekaligus mencapai tahap kesempurnaanya. Tetapi Hukum Islam
tumuh berkembang karena ada sebab yang mendahuluinya, kemudia mengalami
perkembangan secara bertahap dalam kehidupan dan ujudnya sehingga sampai ketarap
kesempurnaan[4].
Para sejahrawan Hukum Islam serta para ulama terdahulu telah mengadakan
pembagian terhadap tahap- tahap pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam mulai
dari zaman Rasulullah sampai sekarang ini. Dalam pembagiannya, terdapat
beberapa perbedaan pengelompokan terhadap pembagian tahap- tahap itu sendiri
tergantung pada tujuan yang mereka tetapkan terhadap pembahasan Hukum Islam
tersebut. Namun sebagian besar penulis sejarah Hukum Islam mengelompokan
pembagian tahap- tahap tersebut kedalam 5 tahapan, yaitu :
1. Masa Nabi Muhammad (610 M – 632 M)
2. Masa Khulafa Rasyidin (632 M – 662 M)
3. Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuuan (abad 7 – 10 M)
4. Masa Kelesuan Pemikiran (abad 10 – 19 M)
5. Masa Kebangkitan Kembali (abad 19 – sekarang)
3. .Tahap- Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam
1. MASA NABI MUHAMMAD
Rasulullah dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul awal, sekitar tahun 571 M
di Mekkah. Beliau diberi nama Ahmad atau ada yang menyebutkan Muhammad, yang
berasala dari akar kata yang sama yang memiliki arti terpuji. Sejak
kecil beliau sudah menjadi anak yang berbakti kepada keluarganya, hal itu
Nampak dari kegiatan sehari- hari beliau kala itu yaitu berdagang dan
menggembala hewan ternak. Disamping itu beliaupun terkenal akan akhlaknya yang
terpuji dan tidak pernah berbuat cela serta sering menolong orang yang lemah. Ketika
berumur 40 tahun, beliau mendapatkan risalah kenabian yang disampaikan oleh
Jibril, yaitu setelah beliau berkhalwat didalam gua Hira.
Sejak mendapatkan wahyu pertamanya itulah beliau mulai melakukan dakwah,
dakwah yang beliau syiarkan pada awalnya beliau lakukan secara sembunyi-
sembunyi Karena apa yang belau syiarkan sangatlah bertentangan dengan keyakinan
penduduk kota Mekkah pada saat itu. Apa yang beliau sampaikan ialah mengenai penyembahan
serta pengesaan kepada Allah SWT yang maha esa. Setelah bertahun- tahun
beliau menyiarkan Islam di Mekkah serta perjuangannya melawan bangsa Quraisy, kemudian
beliau hijrah ke Madinah.
Kedatangan beliau disambut hangat oleh para penduduk Madinah, kemudian
dimadinah beliau mulai menyiarkan ajaran agama Islam yang sebagian besar
kandungan dari apa yang beliau syiarkan di Madinah yaitu ajaran mengenai :
i.
Muamalah sesama muslim
ii.
Perniagaan, pemerintahan serta politik yang
sesuai dengan ajaran Islam
iii.
Pembentukan pasukan pertahanan
Dari apa yang beliau sampaikan kepada penduduk Madinah, semuanya
berlandasan pada apa yang diwahyukan Allah SWT kepadanya. Setiap perkara yang
timbul dikalangan para penduduk kala itu, beliau selesaikan berdasarkan hukum-
hukum dan ketentuan- ketentuan yang ia terima dari Allah SWT berupa wahyu.
2. MASA KHULAFA RASYIDIN
Setelah wafatnya nabi, maka perlulah ada seorang pengganti, bukan
pengganti sebagai utusan Allah SWT, tetapi sebagai pemimpin masyarakat kepala
Negara. Pengganti kedudukan beliau sebagai pemimpin umat islam ini dibeut
sebagai khalifa (khulafa rasyidin). Pemilihan pengganti Rasul ini pun ditujukan
kepada kalangan sahabat Rasul sendiri.
Kata khulafa merupakan bentuk jama’ dari khalifa yang
berarti wakil. Abu al-hasan al-mawardi dalam bukunya al-ahkam as-sulthabiyah
menyatakan bahwa tugas utama seorang khalifa adalah menjaga kesatuan umat dan
pertahanan Negara[5].
Para sahabat Rasul yang terpilih untuk menjadi Khalifah setelah
kewafatannya yaitu Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah pertama. Setelah beliau
meninggal kemudia digantikan oleh Umar ibn Khattab, dan diteruskan oleh Utsman
ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib.pemerintahan para Khulaf Rasyidin tersebut
berlangsung selama 30 tahun.
Masa pemerintahan Khulafa Rasyidin sangatlah penting jika dilihat dari
perkembangan Hukum Islam karena dijadikan model atau comtoh oleh
generasi-generasi berikutnya, terutama generasi ahli hukum islam di zaman
mutakhir ini tentang cara mereka menemukan dan menerapkan Hukum Islam[6].
a. Khalifah Abu Bakas Shiddiq
Beliau adalah seorang ahli hukum yag tinggi mutunya. Banyak tindakan
beliau yang dicatat dalam sejarah islam diantaranya, 1) pidato pelantikannya.
2) cara beliau dalam memecahkan persoalan yang timbul dikalangan masyarakat.
Mula-mula pemecahan masalah itu dicarinya dalam Al-quran dan Sunnah nabi.
Apabila tidak didapatkannya diantara dua itu, maka Abu Bakar bertanya kepada
para sahabat nabi yang ia kumpulkan dalam suatu majlis. Kemudian mereka yang
kumpul dlam majlis itu melakukan ijtihad bersama atau ijtihad kolektif.
Timbullah keputusan atau konsesus bersama yang disebut ijma’ mengenai masalah
tertentu. Dalam masa pemerintahan Abu Bakar inilah sering dicapai apa yang
disebut dalam kepustakaan sebagi ijma’ sahabat[7].
3) pembentukan panitia khusus yang bertugas mengumpulkan ayat- ayat
Al-qur’an yang pada masa nabi ditulis pada bahan-bahan seperti pelepah kurma,
tulang- tulang unta dan sebagainya kedalam satu naskah.
b. Khalifah Umar ibn Khatab
Masa pemerintahan umar berlangsung dari tahun 634 sanpai 644 M. beberapa
usaha yang telah beliau lakukan pada masa pemerintahannya diantaranya :1) penetapan tahun islam yang
sekarang dikenal sebagai tahun Hijriyah yang perhitungannya berdasarkan
peredaran bulan (qamariyah). Penghitungan tahun ini dimulai sejak
hijrahnya nabi dari Mekah ke Madinah. 2) penetapan Umar yang masih dikuti oleh
seluruh umat islam sampai saat ini yaitu membiasakan untuk shalat tarawih,
yaitu shalat yang dilakukan pada setiap malah di bulan Ramadhan.
Khalifah
Umar pun terkenal akan keberaniannya menfsirkan ayat- ayat Al-qur’an
berdasarkan keadaan yang nyata pada suatu waktu tertentu. Ia mengikuti cara Abu
Bakar dalam menentukan hukum, namun demikian beliau terkenal akan
kebijaksanaanya dalam menerapkan ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-qur’an
untuk mengatasi suatu masalah yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan
akan kepentingan dan kemashlahatan umat.
c. Masa
khalifah Utsman ibn Affan
Masa
pemerintahan Utsman ibn Affwan berlangsung dari tahun 644 M- 656 M. Selanjutnya
masuk ke dalam masa ke khalifahan Utsman bin Affan yang berlangsung dari tahun
644-656 M, produk hukum yang dibangunnya dapat juga dilihat dari jasa-jasa
besarnya yang paling penting yaitu tindakannya telah membuat al Qur’an standar
(kodifikasi al Qur’an). Standarisasi al Qur’an dilakukannya karena pada masa
pemerintahannya, wilayah Islam telah sangat luas dan di diami oleh berbagai
suku dengan bahasa dan dialek yang berbeda.
Karena
itu, dikalangan pemeluk agama Islam, terjadi perbedaan ungkapan dan ucapan
tentang ayat-ayat al Qur’an yang disebarkan melalui hafalan. Perbedaan cara
mengungkapkan itu, menimbulkan perbedaan arti, saat berita ini sampai kepada
Usman, ia lalu membentuk penitia yang di ketuai Zaid bin Tsabit untuk menyalin
al Qur’an yang telah dihimpun pada masa khalifah Abu Bakar yang disimpan
oleh Hafsah (janda nabi Muhammad SAW).Panitia tersebut bekerja secara disiplin,
menyalurkan naskan al Qur’an ke dalam Mushaf untuk dijadikan standar dalam
penulisan dan bacaan al Qur’an di wilayah kekuasan Islam pada waktu itu[8].
d. Masa
Khalifah Ali ibn Abi Thalib
Setelah Usman meninggal dunia,
orang-orang terkemuka memilih Ali Bin Abi Thalib menjadi khalifah ke-4. Ia
memerintah dari tahun 656-662 M. Ali tidak dapat berbuat banyak dalam
mengembangkan agama Islam karena keadaan negara tidak stabil. Di sana timbul
bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam yang bermuara pada
perang saudara yang kemudian menimbulkan kelompok-kelompok. Di antaranya dua
kelompok besar yakni, kelompok Ahlussunah
Wal Jama’ah, yaitu kelompok atau jamaah umat Islam yang berpegang teguh
pada Sunnah Nabi Muhammad dan Syi’ah
yaitu pengikut Ali Bin Abi Thalib.
Penyebab perpecahan diantara
dua kelompok ini adalah perbedaan pendapat mengenai “masalah politik” yakni
siapa yang berhak menjadi khalifah, kemudian disusul dengan masalah pemahaman
akidah, pelaksanaan ibadah, sistem hukum dan kekeluargaan. Golongan syi’ah
sekarang banyak terdapat di Libanon, Iran, Irak, Pakistan, India dan Afrika
Timur. Sumber hukum Islam di masa Khulafa Rasyidin ini adalah Al Qur’an, Ijma’
sahabat dan Qiyas[9].
3.
MASA PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PEMBUKUUAN
Periode ini
berlangsung pembinaan hukum islam dilakukan pada masa pemerintahan khalifah
“Umayyah” (662-750) dan khalifah “Abbasiyah” (750-1258). Di masa inilah (1)
Lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum
fikih Islam; (2) muncul berbagai teori hukum Islam yang masih digunakan sampai
sekarang.
Adapun faktor-faktor yang mendorong
orang menetapkan hukum dan merumuskan garis-garis hukum adalah:
1.
Wilayah Islam sudah sangat luas dari
Hindia, Tiongkok sampai ke Spanyol maka tinggal berbagai suku bangsa dengan
adat istiadat, cara hidup kepentingan yang berbeda oleh karena itu diperlukan
pedoman hukum yang jelas yang dapat mengatur tingkah laku mereka dalam berbagai
bidang
2.
Telah ada karya-karya tulis tentang
hukum yang dapat digunakan sebagai landasan untuk membangun serta mengembangkan
fikih islam.
3.
Telah tersedia para ahli hukum yang
mampu berijtihad untuk memecahkan berbagai masalah hukum dalam masyarakat.
Pada periode inilah muncul
para mujtahid yang sampai sekarang masih berpengaruh dan pendapatnya diikuti
oleh umat Islam diberbagai belahan dunia. Mereka itu diantaranya adalah:
1.
Imam Abu
Hanifah (Al-Nukman ibn Tsabit) : 700-767 M
Beliau lahir di Kufah pada tahun 80
H dan wafat di Bagdad pada tahun 150 H. Semula materi yang sering di diskusikan
adalah tentang ilmu kalam yang meliputi al-Qada dan Qadar. Kemudian ia pindah
ke materi-materi fiqh Al-Khatib al-Bagdadi menuturkan bahwa Abu Hanifah tadinya
selalu berdiskusi tentang ilmu kalam.
Sebagaimana
ulama lain, sumber syariat bagi Abu Hanifah adalah Al-Qur’an dan Al-Snnah, akan
tetapi ia tidak mudah menerima hadiah yang diterimanya. Lahannya menerima hadis
yang diriwayatkan oleh jama’ah dari jama’ah, atau hadist yang disepakati oleh
fuqaha di suatu negeri dan diamalkan; atau hadist ahad yang diriwayatkan dari
sahabat dalam jumlah yang banyak (tetapi tidak mutawatir) yang di
pertentangkan.
2.
Imam Malik Bin
Anas: 713-795 M
Ia lahir pada tahun 93 H dan wafat
pada tahun 179 H. Malik bin Anas tinggal
di Madinah dan tidak pernah kemana-mana kecuali beribadah Haji ke Mekkah. Imam
Malik menempatkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama, kemudian al hadist
sedapat mungkin hadist yang mutawatir atau masyhur.
3.
Muhammad
Idris Al-Syafi’i: 767-820 M
Ia lahir di Ghazah atai Asqalan pada
tahun 150 H. Ia berguru kepada Imam Malik di Madinah. Kesetiannya kepada Imam
Malik ditunjukkan dengan nyantri di tempat sang guru hingga sang guru wafat
pada tahun 179 H. Imam Syafi’i pernah juga berguru kepada murid-murid Abu
Hanifah. Ia tinggal di Bagdad selama dua tahun, kemudian kembali ke Mekkah.
Akan tetapi tidak lama kemudian ia kembali ke Irak pada tahun 198 H, dan
berkelana ke Mesir.
Ia
berpendapat bahwa qiyas merupakan metode yang tepat untuk menjawab masalah yang
tidak manshus.[10][10] Menurut Imam Syafi’i tata urutan
sumber Hukum Islam adalah:
1) Al Qur’an dan Al-Sunnah
2) Bila tidak ada dalam Al Qur’an dan
Al Sunnah, ia berpindah ke Ijma.
4.
Ahmad Bin
Hambal (Hanbal): 781-855 M
Ia
lahir di Bagdad pada tahun 164 H. Ia
tinggal di Bagdad sampai akhir hayatnya yakni tahun 231 H. Negeri-negeri yang
pernah ia kunjungi untuk belajar antara lain adalah Basrah, Mekkah, Madinah,
Syam dan Yaman. Ia pernah berguru kepada Imam Syafi’i di Bagdad dan menjadi
murid Imam Syafi’i yang terpenting, bahkan ia menjadi mujtahid sendiri.
Menurut
Imam Ahmad, sumber hukum pertama adalah Al-Nushush, yaitu Al Qur’an dan Al
Hadist yang marfu. Apabila persoalan hukum sudah didapat dalam nas-nas
tersebut, ia tidak beranjak ke sumber lain, tidak pula menggunakan “metode
ijtihad”. Apabila terdapat perbedaan pendapat di antara para sahabat, maka Imam
akan memilih pendapat yang paling dekat dengan Al Qur’an dan Al Sunnah.
4. MASA KELESUAN PEMIKIRAN
Pada masa ini ahli hukum tidak lagi
menggali hukum fiqih Islam dari sumbernya yang asli tapi hanya sekedar
mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada dalam mashabnya masing-masing. Yang
menjadi ciri umum pemikiran hukum dalam masa ini adalah para ahli hukum tidak
lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum
yang terdapat pada Al Qur’an dan sunah, tetapi pikirannya ditumpukan pada
pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran hukum para imamnya saja.
Keadaan ini dalam sejarah dikenal dengan
periode “kemunduran” dalam perkembangan hukum Islam. Yang disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1.
Kesatuan wilayah Islam yang luas,
telah retak dengan munculnya beberapa negara baru baik di Eropa, Afrika, Timur
Tengah dan Asia.
2.
Ketidak stabilan politik yang
menyebabkan ketidak stabilan berfikir.
3.
Pecahnya kesatuan kenegaraan/
pemerintahan itu menyebabkan merosotnya kewibawaan pengendalian perkembangan
hukum.
5. MASA
KEBANGKITAN KEMBALI (ABAD 19 – SEKARANG)
Setelah
mengalami kelesuan,kemunduran beberapa abad lamanya, pemikiran Islam bangkit
kembali. Ini terjadi pada bagian kedua abad ke-19. Kebangkitan kembali
pemikiran Islam timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid tersebut di atas
yang telah membawa kemunduran hukum Islam. Muncullah gerakan-gerakan baru di
antara gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al Qur’an dan
Sunnah. Gerakan ini, dalam kepustakaan disebut gerakan salaf (salafiyah) yang ingin kembali kepada kemurnian ajaran Islam
di zaman salaf (=permulaan), generasi awal dahulu.
Sebagai
reaksi terhadap taqlid di atas pada periode kemunduran itu sendiri telah muncul
beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengatasi
persoalan-persoalan perkembangan masyarakat. Pada abad ke-14 telah timbul seorang
mujtahid besar, namanya Ibnu Taimiyyah (1263-1328)
dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziah (1292-1356).
Dilanjutkan pada abad ke-17 oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1787) yang
terkenal dengan gerakan Wahabi yang mempunyai pengaruh pada gerakan Padri di
Minangkabau (Indonesia). Usaha ini dilanjutkan kemudian oleh Jamaluddin
Al-Afghani (1839-1897) di lapangan politik (H.M. Rasjidi, 1976:20). Ia menilai
kemunduran umat Islam disebabkan antara lain karena penjajahan Barat. Karena
itu, agar umat Islam dapat maju kembali, untuk itu ia menggalang persatuan
seluruh umat Islam yang terkenal dengan nama Pan Islamisme.
Cita-cita
Jamaluddin kemudian dilanjutkan oleh muridnya Mohammad Rasjid Ridha (1865-1935)
yang mempengaruhi pemikiran umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia,
pikiran-pikiran Abduh diikuti antara lain oleh gerakan sosial dan pendidikan
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912[11].
BAB III
KESIMPULAN
sejarah perkembangan hukum islam
telah melalui masa yang tidak sebentar karena telah melalui beberapa priode
sejak zaman Rasulullah SAW, para sahabat, tabi’in, dan seterusnya hingga
sekarang. Oleh karena itu kita harus menjaga hasil dari pemikiran-pemikiran para
pendahulu kita yang mana pemikiran mereka tidak dilakukan dengan sembarangan
melaikan dengan ijtihad yang kelasnya bukan main-main. Selain itu sekarang
sudah banyak pemikiran-pemikiran yang sangat ekstrim sehingga kita harus
berhati-hati akan pemikiran tersebut agar nanti kita tidak terjerumus ke dalam
pemikiran yang sesat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Abdul Wahid. 2009. Hukum Islam Kontemporer. Jakarta:
Sinar Grafika.
Siraj, Khozin. 1984. Hukum Islam Sejarah
Perkembangannya Aliran-Alirannya Sumber- Sumbernya. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan Fakultas Hukum.
Ghofur Anshori, Abdul. 2008. Hukum Islam
Dinamika dan Pekembangannya. Yogyakarta: Kreasi Total Media.
http://restukift17.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html
Daud
Ali, Mohammad. 2014. Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H dan Yulkarnain Harahab,
S.H., M.SI, Hukum Islam dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, Kreasi Total
Media, Yogyakarta, 2008, hal. 9.
[3]
Prof. Dr. H. Mustofa, S.H., M.Si dan Drs. H. Abdul Wahid, S.H., M.A Hukum Islam
Kontemporer, Sinar Grafika, 2009, hal. 6.
[4]
Khozin Siraj, Hukum Islam Sejarah Perkembangannya Aliran-Alirannya
Sumber- Sumbernya, Bagian Penerbitan Fakultas Hukum, Yogyakarta, 1984, hal. 4
[5] Prof.
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hal. 170.
[7] Ibid,
hal. 173
[8] http://forus-jaw.blogspot.co.id/2012/10/sejarah-perkembangan-hukum-islam_30.html, diunggah
pada: 01 Oktober 2015.
[9] http://restukift17.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html, diiunggah
pada: 01 Oktober 2015.
[11] http://restukift17.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html, diunggah
pada: 01 Oktober 2015.