http://www.bioazul.com |
Kelompok yang paling berperan aktif dan bertanggung jawab dalam hal
ini ialah para sarjana dan kaum intelektual. Dimana perkembangan ilmu
pengetahuan berada di tangan mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa arah
peradaban manusia serta laju globalisasinya merupakan rancangan para kaum
intelektual. Dalam hal ini, agama(Islam) harus dapat merespon kembali arah
globalisasi yang kian hari kian pesat dan nampak simpang siur ini. Peran agama
diperlukan untuk mengontrol laju globalisasi tersebut agar lalu lintas
globalisasi tetap berada di jalur yang semestinya dan tidak menyebabkan
benturan dengan aspek-aspek lainnya, seperti aspek budaya.
Catatan sejarah membuktikan bahwa umat muslim pernah menginjak fase
kejayaan peradaban dengan banyaknya metodologi dan teknologi yang dilahirkan
serta dikembangkan oleh para intelektual muslim. Sehingga tidak menutup
kemungkinan bagi intelektual muslim saat ini untuk dapat memasuki fase tersebut
kembali. Bukankan kita diperingatkan oleh bapak bangsa agar tidak sekali-kali
melupakan sejarah? Belajar dari sejarah adalah belajar dari pengalaman,
pengalaman itu bisa berupa pengalaman seorang pribadi atau juga pengalaman
suatu kelompok. Sebagaimana pesan baginda Muhammad SAW, belajarlah dari
orang-orang terdahulu, ambil positifnya dan tinggalkan hal-hal yang tidak baik
buatmu.
Intelektual muslim perlu menyikapi fenomena ini dengan kritis, sebagaimana
dipaparkan oleh Yusdani dalam tulisannya “Pengembangan Ilmu Masa Depan”,
terdapat beberapa langkah untuk mentransformasikan ilmu-ilmu serta
pemikiran klasik menjadi ilmu yang bersifat kemanusiaan, diantaranya yaitu, upaya
dekonstruksi, rekonstruksi, dan upaya pengintegrasian. Ketiga langkah tersebut
kiranya dapat menjadi kunci dalam melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan dan
pemikiran baru yang sesuai dengan kebutuhan umat manusia, mengingat laju
kehidupan manusia yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, maka ilmu
pengetahuan pun seyogyanya perlu mengimbanginya, tak terkecuali ilmu-ilmu serta
pemikiran dalam Islam.
Perguruan Tinggi Islam kiranya saat ini memiliki andil penuh dalam
mencetak kader-kader intelektual muslim yang mampu merespon laju globalisasi yang
sejalan dengan pedoman Al-Quran dan menjadikan manusia sebagai tuan dari sebuah
peradaban bukan justru menjadi budak dan korban kekerasan peradaban tersebut.
Ajaran-ajaran profetik yang telah diwariskan sejak awal kemunculan
Islam perlu untuk direvitalisasi kembali dan dikembangkan sesuai kebutuhan umat
manusia saat ini, khususnya kebutuhan umat muslim sendiri. kebutuhan manusia
yang semakin kompleks, serangan barat terhadap Islam-baik dalam doktrin maupun
dunia intelektual adalah alasan kuat bagi umat Islam untuk mengadakan dan
menyemarakan gerakan tajdid, bukan hanya dalam konsepsi syariat tapi juga
pemikiran umat Islam itu sendiri. Sehinggan bentuk pengembangan dan pengajaran
dalam dunia intelektual Islam tidak hanya menggeser dari paradigma
teosentris-eskatologis menuju antroposenstrin-transformatif, tapi juga sejalan
dan beriringan antara keduanya. Diaman proyeksinya kedapan yaitu mewujudkan
kader-kader intelektual Muslim yang mampu “merawat tradisi, merespon modernisasi”(al
muhafadzatu ‘ala qadimi as shalih wal akhdzu bil jadiidi al ashlah).
Diskursus terkait pengembangan "fiqh bi'ah (Fiqh Lingkungan)”
seperti banyak digalakkan sekarang ini merupakan salah satu aksi nyata guna
merespon persoalan primordial di era globalisasi ini. bahkan, penulis pribadi
mengatakan bahwa persoalan lingkungan perlu dipahami oleh setiap kelompok
sebagai wacana utama dalam mengambil tindak langkah di setiap urusan kehidupan
manusia, mulai dari tahap pengajaran sampai kepada tahap penciptaan berbagai
produk modern agar terwujudnya pembangunan dunia secara menyeluruh yang
berasaskan "pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan". Karena
bagaimanapun tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dunia tempat kita tinggal ini,
seperti banyak dikatakan oleh beberapa kelompok pemerhati lingkungan, sudah
berada ditahap krisis. Dalam artian, bahwa planet bumi ini sudah
mengkhawatirkan kondisinya, dan mengancam punahnya banyak spesies makhluk hidup
didalamnya, bukan hanya kelompok flaura dan fauna saja yang terancam punahnya,
bahkan manusia sendiri pun jika tidak segera ditangani akan memasuki fase
kehidupan krisis lingkungan yang pada akhirnya dapat mendatangkan banyak
kerugian bagi manusia itu sendiri.
Guna merespon persoalan lingkungan, nantinya bukan hanya "fiqh
bi'ah" saja yang memegang kendali terhadap proses pergerakan-pembangunan
yang ramah lingkungan, tapi juga diperlukan instrumen-instrumen lain yang
mendukung jalannya penerapan "fiqh bi'ah", contohnya, dicanangkannya
sistem-sistem informasi "hijau" yang mampu memberikan kendali dalam
aksi pengadaan "peradaban hijau". Yaitu peradaban ramah lingkungan,
suatu model kehidupan umat manusia yang berbasis lingkungan, dimana seluruh
aspek perkembangan ilmu pengetahuan nantinya akan memperhatikan nilai-nilai ekologi.
Semodern apapun kehidupan kita, jika kita tidak peduli terhadap lingkungan,
percayalah satu hal; kita akan terusir dari rumah kita sendiri disebabkan
semakin sulitnnya mencari penghidupan di dunia yang kian hari kian tercemar
oleh ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Muhammad Chandra, Peminum Kopi, Penjaga Perpustakaan Sukarela "Tangga Baca"