Senin, 21 Januari 2019

PENTAS DI RUMAH KITA


 Aku tidak ingin hanya sekedar tenang
Tetapi damai, dan bahagia
Bila kelak kututup mata
Dan di pundakmu ajalku datang
Ketahuilah satu hal,
Di hatimu cintaku tetap

Di teras rumah,
Telah kutata kursi dan meja
Untuk kita jatuh cinta, berkali-kali

Pada banyak sore,
Aku ingin duduk di sana
Walau harus berselimut asa
Lalu kau datang dengan bunga yang kusebut cinta
Bertukar canda dan rasa
Bicara soal debu yang hinggap diatas surga kita

Manisku...
Kita adalah pentas seni
Penontonnya, para malaikat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MASIHKAH KITA?
Sesore ini, Sedang hujan kian membasahi Di sela-sela bale bambu depan rumahku Kuselipkan sepilihan rindu Sambil terus bermunajat Pada semesta sore yang menjadi waktu paling romantis?
MENGUNGKAP YANG TERSEMBUNYI
Cinta, menurut Jalaluddin ar-Rumi, merupakan cahaya kehidupan dan nilai kemanusiaan. Sesungguhnya cinta itu kekal; jadi harus diberikan kepada yang kekal pula. Ia tidak pantas diberikan kepada yang ditakdirkan fana’
SEBELUM KUPERGI BERLADANG
Sama seperti kemarin, aku berdo’a sebelum beranjak menuju ladang kopiku yang juga merupakan warisan orang tuaku. Di sela do’aku, Amad; begitu aku memanggil anakku; datang menghampiriku dengan membawa setoples emping dan secangkir kopi khas racikan keluarga. “Bah, ini kubuatkan kopi untuk abah...spesial dari anak abah tercinta”, ujarnya sambil menaruh secangkir kopi hangat di hadapanku.