Jumat, 15 September 2017

Dalam Lamunan Seorang Puan

https://delightintruth.com
lemari dikamar ku masih luan
tadinya ingin kupenuhi dengan kenang agar tak hilang
khawatir, zaman sekarang banyak maling lalu-lalang bertebaran

dinding samping kasur telah sesak
mereka lelah bekerja,
menangkap setiap tawa
agar tak hancur,
akan kuhibur ia dengan sebotol anggur
kebetulan masih ada beberapa di dapur

aku buta aksara
seorang tua yang pernah mati ditikan kata
begitupun bodoh kata
yang penting puan berselera

kalau tidak salah
kemarin, kudengar pintuku menangis gempar
saat ku tanya, mengapa?
ia diam, mendesakku keluar, hambar

ooh...puanku mungkin tak akan datang lagi
atau sekedar hinggap menepi
perginya tak terhalau
sejurus, kamarku jadi kacau

langkahnya selalu mengganggu khayal
mengoceh ku,
dan aku takut aku akan terus membual
atau mungkin,
membual dalam khayal
si puan yang penuh perihal


Yogyakarta, 9 September 2017
Muhammad Chandra, peminum kopi, penjaga perpustakaan sukarela "Tangga Baca".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MASIHKAH KITA?
Sesore ini, Sedang hujan kian membasahi Di sela-sela bale bambu depan rumahku Kuselipkan sepilihan rindu Sambil terus bermunajat Pada semesta sore yang menjadi waktu paling romantis?
MENGUNGKAP YANG TERSEMBUNYI
Cinta, menurut Jalaluddin ar-Rumi, merupakan cahaya kehidupan dan nilai kemanusiaan. Sesungguhnya cinta itu kekal; jadi harus diberikan kepada yang kekal pula. Ia tidak pantas diberikan kepada yang ditakdirkan fana’
SEBELUM KUPERGI BERLADANG
Sama seperti kemarin, aku berdo’a sebelum beranjak menuju ladang kopiku yang juga merupakan warisan orang tuaku. Di sela do’aku, Amad; begitu aku memanggil anakku; datang menghampiriku dengan membawa setoples emping dan secangkir kopi khas racikan keluarga. “Bah, ini kubuatkan kopi untuk abah...spesial dari anak abah tercinta”, ujarnya sambil menaruh secangkir kopi hangat di hadapanku.