Selasa, 17 Juli 2018

REALITAS KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN, BANI UMAYAH DAN BANI ABASIYAH


MAKALAH ILMIAH
STUDI KEPEMIMPINAN ISLAM
“REALITAS KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN,
BANI UMAYAH DAN BANI ABASIYAH”
Makalah Ini Di Susun Sebagai Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Studi Kepemimpinan Islam

Disusun Oleh :
Muhammad Chandra (15421034)
Andra Dyan Prasetya (15421023)
Dosen Pengampu :
Krismono S.H.I., M.S.I

PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Kepemmpinan merupakan fitrah dari setiap diri manusia yang sudah ada sejak ia pertama kali dilahirkan dan melekat dalam hidupnya, fitrah kepemimpinan tersebut dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali baik itu muslim maupun tidak sehingga menjadi seorang pemimpin adalah hal mutlak yang akan dialami dan dijalani dalam kehidupan setiap manusia mulai dari memimpin sebuah organisasi besar seperti negara maupun kota hingga memimpin kehidupan berumah tangganya, bahkan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Walaupun demikian, tidaklah semua orang dapat menjalankan fitrahnya tersebut dengan baik karena untuk menjadi seorang pemimpin yang baik bahkan bagi dirinya sendiri diperlukan metode-metode dan managemen khusus demi terciptanya karateriktis kepemimpinan yang ideal dan sesuai dengan kemampuan dari diri setiap individu.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis (Yatim,1997:35). Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam merupakan salah satu refleksi dari konsep politik Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Karateristik Kepemimpinan Al-Khulafaar-Rasyidin
Masing-masing dari setiap khalifah pastinya memiliki model atau karateristik tersendiri dalam melaksanakan kepemimpinannya. Karateristik tersebut bergantung pada pembawaan internal serta pribadi pemimpin itu sendiri. Dikarenakan pada masa kepemimpinan al-khulafa ar-rasyidin tidak didasarkan pada garis kekeluargaan, sehingga setiap khalifah yang memimpin pada masa itu memiliki karateristik yang berbeda atara yang satu dengan lainnya.

2.      Khalifah Abu Bakr Ash-Ashidiq
A.    Biografi Abu Bakr
Abu Bakar (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu diantara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
B.   Karateristik kepemimpinan Abu Bakr bin Abu Quhafah (ash-shiddiq)
Abu Bakr menjabat sebagai khalifah selama kurang lebih dua tahun yaitu pada 632-634 M. Kurun waktu tersebut sangatlah singkat jika dibandingkan dengan berbagai  macam persoalan yang harus dikerjakan dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin, mengingat akan banyaknya tanggungjawab terkait persoalan dalam negeri baik dari segi politik maupun keagamaan. Apalagi Abu Bakr merupakan khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW, sehingga selain menjadi pengganti posisi Rasulullah SAW sebagai pemimpin negara ia pu harus dapat menenangkan keadaan kaum muslimin yang saat itu benar-benar terguncang perasaannya dan banyak yang tergetarkan hatinya disebabkan oleh kewafatan Rasulullah SAW.
1. Musyawarah Apabila terjadi suatu perkara Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mencari hukumnya dalam kitab Allah, bila tidak memperolehnya, ia mempelajari bagaimana Rosulullah SAW bertindak dalam perkara seperti ini. Dan bila ia tidak menemukannya, ia mengajak tokoh-tokoh yang terbaik untuk bermusyawarah.
2. Sikap Tegas Bersikap tegas dalam menghadapi orang-orang yang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang tidak membayar zakat.
3. Terbuka untuk kritik Hal ini dapat terlihat sebagaimana dalam khutbah pertama setelah beliau dibaiat menjadi khalifah “Apabila aku berbuat baik, bantulah aku; tapi apabila aku berbuat buruk, maka luruskanlah jalanku”.
4. Sentralistik dimana kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berada di tangan khalifah.

3.      Umar Bin Khattab
A.    Biografi
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
B.     Karateristik kepemimpinan Umar Bin Khattab
1.      Dekat dan memerhatikan dengan seksama kondisi kehidupan umat.  Menjadi kebiasaannya keluar di malam hari hanya untuk mengetahui persis keadaan umat. Khalifah Umar sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk me¬ngetahui kehidupan rakyat terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri ia memikul gandum yang hendak di¬berikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang sedang dita¬ngisi oleh anak-anaknya yang kelaparan. Kualitas kepemimpinan Umar bin Khatthab adalah cermin dari kualitas pemimpin umat yang bijak, arif, dan adil. Beliau ikut merasakan penderitaan rakyatnya. 
2.      Memiliki jiwa yang besar dalam menerima kritikan dari rakyat yang dipimpinnya. Keikhlasan menerima kritikan adalah sebuah sikap yang sangat sulit untuk diwujudkan terlepas dari posisi sosialnya. Pernah pada suatu peristiwa Salman al Farisi membuat perhitungan dengan Khalifah Umar bin Khattab di hadapan orang banyak, yaitu ketika ia melihat Umar mengenakan baju yang bahannya terdiri atas dua kali lipat yang menjadi bagian satu orang rakyat biasa dari bahan yang sama. Maka, Umar meminta kepada putranya, Abdullah agar menjelaskan hal itu. Abdullah langsung bersaksi bahwa ia telah memberikan bagiannya itu kepada ayahandanya.

4.      Utsman Bin Affan
A.    Biografi
Utsman bin Affan (574656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an. Ia adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
B.     Karateristik Kepemimpinan Utsman Bin Affan
1.      Khalifah Utsman bin Affan terkenal dermawan. Sifat-sifat kedermawanan yang dimiliki Utsman sebelum menjadi khalifah masih terbawa ketika dia menjadi khalifah.
2.      Khalifah Utsman bin Affan bertindak profesional dalam mengangkat wali-wali negeri untuk memperkuat wilayah kekuasaannya melalui personal yang telah jelas dikenal baik karakteristiknya, hal ini mengingat wilayah kekhilafahan pada masa Khalifah Utsman bin Affan semakin luas. Demikian juga tanggungjawab dakwah dimasing-masing wilayah tersebut.
3.      Nepotisme khalifah Utsman banyak mengangkat pejabat-pejabat negara dari kalangan kerabatnya sendiri dan kurang mengakomodasi pejabat di luar kerabat beliau. Hal inilah yang kemudoa menyebabkan muncilnya kerusuhan, kecemburuan dan pergolakan kepemerintahan.[1]
5.      Ali Bin Abi Thalib
A.      Biografi
Ali bin Abi Thalib (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad.
B.     Karakteristik kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib
1.      Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat Khalifah Utsman dan mengangkat pengganti pilihannya sendiri
2.      Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan khalifah Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tiada beralasan diambil Ali kembali.
Khalifah Ali bin Abi Thalib juga seorang yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, bidang militer dan strategi perang.
Reproduksi Sejarah
Meneladani artinya mengambil atau mencontoh perbuatan, kelakuan, dan sifat yang baik yang terdapat pada diri seseorang. Gaya kepemimpinan artinya cara memimpin. Meneladani gaya kepemimpinan Khulafaurrasyidin artinya mangambil atau mencontoh cara-cara memimpin yang baik yang pernah dilakukan Khulafaurrasyidin dalam memimpin rakyatnya. Setiap gerak gerik dan tingkah laku Khulafaurrasyidin sudah seharusnya menjadi tauladan bagi kita umat Islam. Dan akan sangat menarik apabila kualitas karakter kepemimpinan Khulafaurrasyidin ini bisa kita transfer kepada pemimpin kita yang barada di bumi Indonesia ini. Gaya kepemimpinan Khulafaurrasyidin yang tegas namun penuh dengan kasih sayang, rasa tanggungjawab yang besar, terbuka untuk kritik adalah mutiara yang patut kita ambil hikmah.

6.      Kepemimpinan Bani Umayyah
Setelah berakhirnya kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib maka berakhirlah satu era pemerintahan khulafa rasyidin dan berakhir pula tradisi pengisian jabatan kepala melalui musyawarah, hal ini terbukti ketika Muawiyyah naik menjadi khalifah/pemimpin tidak melalui musyawarah tetapi melalui tipu muslihat yang dibuatnya. Pembahasan mengenai daulah Bani Umayyah dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu :
a.       Bani Umayyah I Timur (661-750 M) yang dirintis oleh Muawiyyah bin Abi Sofyan yang beribukota di Damaskus Konstatinopel. Periode ini berakhir dengan terbunuhnya Marwan II yaitu Marwan bin Muhammad pada tahun 750 M dan berdirinya dsulah Bani Abasiyah oleh Abbas As-Saffah pada tahun 75 M[2]. Daulah Bani Umayyah Timu kurang lebih berlangsung selama 90 tahun.
·         Pola Kepemimpinan Daulah Bani Umayyah Timur
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Timur pola pengangkatan kakhilaf lebih mengedanpankan prinsip monarki serta nepotisme (model pewarisan), yaitu dimana para penerus jabatan kepemimpinan diutamakan dari kalangan keluarga mahkota. Setiap khalifah memiliki dua putra mahkota yang dipilih oleh anggota-anggota Umayyah. Apabila khalifah wafat maka menurut konsesus, putra khalifah yang pertamalah yang menduduki jabatan khalifah berikutnya. Sedangkan putra mahkota kedua naik mrnjadi putra mahkota pertama. Namun demikian, tidak semua khalifah diangkat melalui proses pengangkatan putra khalifah lebih dahulu, antara lain Muawiyyah bin Abi Sufyan, Marwan bin Hakam, Yazid bin Walid Ibn Abdul Malik, dan Marwan bin Muhammad.[3]

b.      Bani Umayyah II Barat (756-1031 M) yang dirintis oleh Abdurrahman Ad-Dakhil di Spanyol yang beribukota di Cordova. Periode ini berakhir pada masa Hasyim III setelah digulingkan oleh orang Barbar pada 1035 M.[4]
·         Pola Kepemimpinan Daulah Bani Umayyah Barat
Sistem dan pola kepemimpinan daulah Bani Umayyah Barat hampir dapat dikatakan sama dengan Umayyah Timur, sama-sama monarki. Perbadaan diantara kedua terletak pada model pengangkatan putra mahkota dan gelar yang dipakai pada khalifah yang menjabat, jika Bani Umayyah Timur menggunakan gelar khalifah sedangkan di Umayyah Barat menggunakan sebutan Amir sebagai seorang pemimpin kecuali pada masa Abdurrhaman III.
Menurut Nourouzzaman Shiddiqie ada ciri-ciri Khusu pemerintahan Dinasti Umayyah antara lain. :
·         Unsur pengikat bangsa lebih ditekankan pada kesatuan politik.
·         khalifah adalah jabatan sekuler.
·         khalifah berkedudukan sebagi kepala pemerintahan eksekutif.
·         model yang banyak dicontoh dalam pengolahan pemerintahan negara adalah model Bizantium[5].
7.      Kepemimpinan Bani Abbasiyah
Dinamakan Abbasiyah karana pendiri dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Rasulullah SAW. Pendiri dinasti adalah Abdullah As-Saffah Ibn Muhammad Ibn Abdullah Ibn AL-Abbas. Kepemimpinan pada dinasti berlangsung mulai dari tahun 132 H sampai 656 H/750 M sampai 1258 M. Kepemimpinan pada masa dinasti ini merupakan yang terlama dalam catatan sejarah kepemimpinan Islam.
·         pola Kepemimpinan Dinasti Abbasiyah
beberapa karateristik yang menonjol dalam kepemimpinan Dinasti Abbasiiyah antara lain :
a.  Dinasti ini bercorakkan Arab, namun juga terpengaruhi oleh model sistem kerajaan Persia dan Turki.
b. Adanya jabatan wazir yang mengepalai departemen-departemennya.
c.  Sistem pergantian kepala negara ditentuka oleh kepala negara sebelumnya bukan atas pilihan rakyat.
d.                        Lebih menekankan pada peminaan peredaban dan kebudayaan islam daripada perluasan wilayah.
e. Perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan.[6]




BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Wafatnya Rasulullah SAW bukanlah akhir dari kisah perjalanan kaum muslimin di dunia, tetapi peristiwa tersebut merupakan awal dimulainya masa kemandirian kaum muslimin dalam menghadapi berbagai persoalan keagamaan yang mereka jumpai di tengah-tengah perubahan zaman yang terus berkembang. Dengan melihat kepada apa yang telah dilakukan oleh para khulafa rasyidin dalam memimpin umat islam, maka dapat diketahui bahwa model-model kepemimpinan mereka sangatlah beragam dan memiliki hubungan sinergis antara satu masa kepemimpinan dengan masa kepemimpinan setelahnya.




DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin, Muhadi. Abd, Mustaqim. 2012. Studi Kepemimpinan Islam. Yogyakarta. Suka Pres.
Al Maududi, Abdul A’la. 1993. Khalifah dan Kerajaan. Bandung : Mizan.
As’ad, Mahrus. 2009. Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung : Penerbit Erlangga.
Ismail, Faisal. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta : CV Bina Usaha.
Syalabi, A. 2003. Sejarah dan kebudayaan Islam 1. Jakarta : PT Pustaka Al Husna Baru.




[1] Drs. Muhadi Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 101.
[2] Drs. Muhadi Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 107-108.
[3] Drs. Muhadi Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 111.
[4] Drs. Muhadi Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 107-108.
[5] Ibid. Hal. 116.
[6] Drs. Muhadi Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 121-122.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MASIHKAH KITA?
Sesore ini, Sedang hujan kian membasahi Di sela-sela bale bambu depan rumahku Kuselipkan sepilihan rindu Sambil terus bermunajat Pada semesta sore yang menjadi waktu paling romantis?
MENGUNGKAP YANG TERSEMBUNYI
Cinta, menurut Jalaluddin ar-Rumi, merupakan cahaya kehidupan dan nilai kemanusiaan. Sesungguhnya cinta itu kekal; jadi harus diberikan kepada yang kekal pula. Ia tidak pantas diberikan kepada yang ditakdirkan fana’
SEBELUM KUPERGI BERLADANG
Sama seperti kemarin, aku berdo’a sebelum beranjak menuju ladang kopiku yang juga merupakan warisan orang tuaku. Di sela do’aku, Amad; begitu aku memanggil anakku; datang menghampiriku dengan membawa setoples emping dan secangkir kopi khas racikan keluarga. “Bah, ini kubuatkan kopi untuk abah...spesial dari anak abah tercinta”, ujarnya sambil menaruh secangkir kopi hangat di hadapanku.