MAKALAH ILMIAH
STUDI KEPEMIMPINAN ISLAM
“REALITAS KEPEMIMPINAN KHULAFAUR
RASYIDIN,
BANI UMAYAH DAN BANI ABASIYAH”
Makalah
Ini Di Susun Sebagai Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Studi
Kepemimpinan Islam
Disusun Oleh :
Muhammad Chandra
(15421034)
Andra Dyan Prasetya (15421023)
Dosen Pengampu :
Krismono S.H.I.,
M.S.I
PROGRAM STUDI
HUKUM ISLAM
FAKULTAS ILMU
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kepemmpinan merupakan fitrah dari setiap diri manusia yang sudah ada
sejak ia pertama kali dilahirkan dan melekat dalam hidupnya, fitrah
kepemimpinan tersebut dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali baik itu
muslim maupun tidak sehingga menjadi seorang pemimpin adalah hal mutlak yang
akan dialami dan dijalani dalam kehidupan setiap manusia mulai dari memimpin
sebuah organisasi besar seperti negara maupun kota hingga memimpin kehidupan
berumah tangganya, bahkan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Walaupun
demikian, tidaklah semua orang dapat menjalankan fitrahnya tersebut dengan baik
karena untuk menjadi seorang pemimpin yang baik bahkan bagi dirinya sendiri
diperlukan metode-metode dan managemen khusus demi terciptanya karateriktis
kepemimpinan yang ideal dan sesuai dengan kemampuan dari diri setiap individu.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat
diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan
beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya.
Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi
kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke
jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang
menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera
bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi
perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah
sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian
disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum beliau
wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan produk
budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan
pemerintah secara bijaksana dan demokratis (Yatim,1997:35). Terpilihnya Abu
Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam merupakan salah
satu refleksi dari konsep politik Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Karateristik Kepemimpinan
Al-Khulafaar-Rasyidin
Masing-masing dari setiap khalifah pastinya memiliki model atau
karateristik tersendiri dalam melaksanakan kepemimpinannya. Karateristik
tersebut bergantung pada pembawaan internal serta pribadi pemimpin itu sendiri.
Dikarenakan pada masa kepemimpinan al-khulafa ar-rasyidin tidak didasarkan pada
garis kekeluargaan, sehingga setiap khalifah yang memimpin pada masa itu
memiliki karateristik yang berbeda atara yang satu dengan lainnya.
2.
Khalifah Abu Bakr Ash-Ashidiq
A.
Biografi Abu Bakr
Abu Bakar (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi
Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu
diantara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
B. Karateristik
kepemimpinan Abu Bakr bin Abu Quhafah (ash-shiddiq)
Abu Bakr menjabat sebagai khalifah selama kurang lebih dua tahun yaitu
pada 632-634 M. Kurun waktu tersebut sangatlah singkat jika dibandingkan dengan
berbagai macam persoalan yang harus
dikerjakan dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin, mengingat akan banyaknya
tanggungjawab terkait persoalan dalam negeri baik dari segi politik maupun
keagamaan. Apalagi Abu Bakr merupakan khalifah pertama setelah wafatnya
Rasulullah SAW, sehingga selain menjadi pengganti posisi Rasulullah SAW sebagai
pemimpin negara ia pu harus dapat menenangkan keadaan kaum muslimin yang saat
itu benar-benar terguncang perasaannya dan banyak yang tergetarkan hatinya
disebabkan oleh kewafatan Rasulullah SAW.
1. Musyawarah Apabila terjadi suatu perkara Khalifah Abu Bakar Ash
Shiddiq mencari hukumnya dalam kitab Allah, bila tidak memperolehnya, ia
mempelajari bagaimana Rosulullah SAW bertindak dalam perkara seperti ini. Dan
bila ia tidak menemukannya, ia mengajak tokoh-tokoh yang terbaik untuk
bermusyawarah.
2. Sikap Tegas Bersikap tegas dalam menghadapi orang-orang yang
murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang tidak
membayar zakat.
3. Terbuka untuk kritik Hal ini dapat terlihat sebagaimana dalam
khutbah pertama setelah beliau dibaiat menjadi khalifah “Apabila aku berbuat
baik, bantulah aku; tapi apabila aku berbuat buruk, maka luruskanlah jalanku”.
4. Sentralistik dimana kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif berada di tangan khalifah.
3.
Umar Bin Khattab
A.
Biografi
Umar bin Khattab bin Nafiel bin
Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar
bin Khattab (581 -
November 644) adalah salah
seorang sahabat Nabi
Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644).
Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai
Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
B.
Karateristik kepemimpinan Umar Bin
Khattab
1.
Dekat dan memerhatikan dengan seksama kondisi
kehidupan umat. Menjadi kebiasaannya keluar di
malam hari hanya untuk mengetahui persis keadaan umat. Khalifah Umar sering
berkeliling tanpa diketahui orang untuk me¬ngetahui kehidupan rakyat terutama
mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri ia memikul gandum yang
hendak di¬berikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang sedang dita¬ngisi oleh
anak-anaknya yang kelaparan. Kualitas kepemimpinan Umar bin Khatthab adalah
cermin dari kualitas pemimpin umat yang bijak, arif, dan adil. Beliau ikut
merasakan penderitaan rakyatnya.
2.
Memiliki jiwa yang besar dalam menerima kritikan
dari rakyat yang dipimpinnya. Keikhlasan menerima kritikan adalah sebuah sikap
yang sangat sulit untuk diwujudkan terlepas dari posisi sosialnya. Pernah pada
suatu peristiwa Salman al Farisi membuat perhitungan dengan Khalifah Umar bin
Khattab di hadapan orang banyak, yaitu ketika ia melihat Umar mengenakan baju
yang bahannya terdiri atas dua kali lipat yang menjadi bagian satu orang rakyat
biasa dari bahan yang sama. Maka, Umar meminta kepada putranya, Abdullah agar
menjelaskan hal itu. Abdullah langsung bersaksi bahwa ia telah memberikan
bagiannya itu kepada ayahandanya.
4.
Utsman Bin Affan
A.
Biografi
Utsman bin Affan (574 – 656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman
adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga
berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an. Ia adalah khalifah ketiga yang memerintah
dari tahun 644 (umur 69–70
tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun).
Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
B. Karateristik Kepemimpinan Utsman Bin Affan
1. Khalifah Utsman bin Affan terkenal dermawan. Sifat-sifat kedermawanan yang dimiliki Utsman sebelum menjadi khalifah
masih terbawa ketika dia menjadi khalifah.
2. Khalifah Utsman bin Affan bertindak profesional dalam mengangkat wali-wali negeri untuk memperkuat wilayah kekuasaannya
melalui personal yang telah jelas dikenal baik karakteristiknya, hal ini
mengingat wilayah kekhilafahan pada masa Khalifah Utsman bin Affan semakin
luas. Demikian juga tanggungjawab dakwah dimasing-masing wilayah tersebut.
3. Nepotisme khalifah Utsman banyak
mengangkat pejabat-pejabat negara dari kalangan kerabatnya sendiri dan kurang
mengakomodasi pejabat di luar kerabat beliau. Hal inilah yang kemudoa
menyebabkan muncilnya kerusuhan, kecemburuan dan pergolakan kepemerintahan.[1]
5. Ali Bin Abi Thalib
A. Biografi
Ali bin Abi Thalib
(lahir sekitar 13 Rajab 23
Pra Hijriah/599 –
wafat 21 Ramadan 40
Hijriah/661), adalah salah
seorang pemeluk Islam
pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad.
B. Karakteristik kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib
1. Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat Khalifah
Utsman dan mengangkat pengganti pilihannya sendiri
2. Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan
khalifah Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tiada
beralasan diambil Ali kembali.
Khalifah Ali bin Abi
Thalib juga seorang yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, bidang
militer dan strategi perang.
Reproduksi Sejarah
Meneladani artinya
mengambil atau mencontoh perbuatan, kelakuan, dan sifat yang baik yang terdapat
pada diri seseorang. Gaya kepemimpinan artinya cara memimpin. Meneladani gaya
kepemimpinan Khulafaurrasyidin artinya mangambil atau mencontoh cara-cara
memimpin yang baik yang pernah dilakukan Khulafaurrasyidin dalam memimpin
rakyatnya. Setiap gerak gerik dan tingkah laku Khulafaurrasyidin sudah
seharusnya menjadi tauladan bagi kita umat Islam. Dan akan sangat menarik
apabila kualitas karakter kepemimpinan Khulafaurrasyidin ini bisa kita transfer
kepada pemimpin kita yang barada di bumi Indonesia ini. Gaya kepemimpinan
Khulafaurrasyidin yang tegas namun penuh dengan kasih sayang, rasa
tanggungjawab yang besar, terbuka untuk kritik adalah mutiara yang patut kita
ambil hikmah.
6. Kepemimpinan Bani Umayyah
Setelah berakhirnya
kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib maka berakhirlah satu era pemerintahan khulafa
rasyidin dan berakhir pula tradisi pengisian jabatan kepala melalui musyawarah,
hal ini terbukti ketika Muawiyyah naik menjadi khalifah/pemimpin tidak melalui
musyawarah tetapi melalui tipu muslihat yang dibuatnya. Pembahasan mengenai
daulah Bani Umayyah dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Bani Umayyah I Timur (661-750 M) yang dirintis oleh Muawiyyah bin Abi
Sofyan yang beribukota di Damaskus Konstatinopel. Periode ini berakhir dengan
terbunuhnya Marwan II yaitu Marwan bin Muhammad pada tahun 750 M dan berdirinya
dsulah Bani Abasiyah oleh Abbas As-Saffah pada tahun 75 M[2]. Daulah
Bani Umayyah Timu kurang lebih berlangsung selama 90 tahun.
·
Pola Kepemimpinan
Daulah Bani Umayyah Timur
Pada masa kekhalifahan
Bani Umayyah Timur pola pengangkatan kakhilaf lebih mengedanpankan prinsip
monarki serta nepotisme (model pewarisan), yaitu dimana para penerus jabatan
kepemimpinan diutamakan dari kalangan keluarga mahkota. Setiap khalifah
memiliki dua putra mahkota yang dipilih oleh anggota-anggota Umayyah. Apabila
khalifah wafat maka menurut konsesus, putra khalifah yang pertamalah yang
menduduki jabatan khalifah berikutnya. Sedangkan putra mahkota kedua naik
mrnjadi putra mahkota pertama. Namun demikian, tidak semua khalifah diangkat
melalui proses pengangkatan putra khalifah lebih dahulu, antara lain Muawiyyah
bin Abi Sufyan, Marwan bin Hakam, Yazid bin Walid Ibn Abdul Malik, dan Marwan
bin Muhammad.[3]
b. Bani Umayyah II Barat (756-1031 M) yang dirintis oleh Abdurrahman Ad-Dakhil
di Spanyol yang beribukota di Cordova. Periode ini berakhir pada masa Hasyim
III setelah digulingkan oleh orang Barbar pada 1035 M.[4]
·
Pola Kepemimpinan
Daulah Bani Umayyah Barat
Sistem dan pola
kepemimpinan daulah Bani Umayyah Barat hampir dapat dikatakan sama dengan
Umayyah Timur, sama-sama monarki. Perbadaan diantara kedua terletak pada model
pengangkatan putra mahkota dan gelar yang dipakai pada khalifah yang menjabat,
jika Bani Umayyah Timur menggunakan gelar khalifah sedangkan di Umayyah Barat
menggunakan sebutan Amir sebagai seorang pemimpin kecuali pada masa Abdurrhaman
III.
Menurut Nourouzzaman Shiddiqie ada ciri-ciri Khusu
pemerintahan Dinasti Umayyah antara lain. :
·
Unsur pengikat bangsa
lebih ditekankan pada kesatuan politik.
·
khalifah adalah jabatan
sekuler.
·
khalifah berkedudukan
sebagi kepala pemerintahan eksekutif.
·
model yang banyak
dicontoh dalam pengolahan pemerintahan negara adalah model Bizantium[5].
7. Kepemimpinan Bani Abbasiyah
Dinamakan Abbasiyah
karana pendiri dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Rasulullah SAW.
Pendiri dinasti adalah Abdullah As-Saffah Ibn Muhammad Ibn Abdullah Ibn
AL-Abbas. Kepemimpinan pada dinasti berlangsung mulai dari tahun 132 H sampai
656 H/750 M sampai 1258 M. Kepemimpinan pada masa dinasti ini merupakan yang
terlama dalam catatan sejarah kepemimpinan Islam.
·
pola Kepemimpinan Dinasti
Abbasiyah
beberapa karateristik
yang menonjol dalam kepemimpinan Dinasti Abbasiiyah antara lain :
a. Dinasti ini bercorakkan Arab, namun
juga terpengaruhi oleh model sistem kerajaan Persia dan Turki.
b. Adanya jabatan wazir yang mengepalai departemen-departemennya.
c. Sistem pergantian kepala negara
ditentuka oleh kepala negara sebelumnya bukan atas pilihan rakyat.
d.
Lebih menekankan pada
peminaan peredaban dan kebudayaan islam daripada perluasan wilayah.
e. Perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan.[6]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Wafatnya Rasulullah SAW bukanlah akhir dari kisah perjalanan kaum muslimin
di dunia, tetapi peristiwa tersebut merupakan awal dimulainya masa kemandirian
kaum muslimin dalam menghadapi berbagai persoalan keagamaan yang mereka jumpai
di tengah-tengah perubahan zaman yang terus berkembang. Dengan melihat kepada
apa yang telah dilakukan oleh para khulafa rasyidin dalam memimpin umat islam,
maka dapat diketahui bahwa model-model kepemimpinan mereka sangatlah beragam
dan memiliki hubungan sinergis antara satu masa kepemimpinan dengan masa
kepemimpinan setelahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Zainuddin, Muhadi. Abd, Mustaqim. 2012. Studi Kepemimpinan Islam.
Yogyakarta. Suka Pres.
Al Maududi, Abdul A’la. 1993. Khalifah
dan Kerajaan. Bandung : Mizan.
As’ad, Mahrus. 2009. Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung
: Penerbit Erlangga.
Ismail, Faisal. 1983. Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Yogyakarta : CV Bina Usaha.
Syalabi, A. 2003. Sejarah dan kebudayaan
Islam 1. Jakarta : PT Pustaka Al Husna Baru.
[1] Drs. Muhadi
Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka
Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 101.
[2] Drs. Muhadi
Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka
Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 107-108.
[3] Drs. Muhadi
Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka
Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 111.
[4] Drs. Muhadi
Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka
Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 107-108.
[6] Drs. Muhadi
Zainuddin, Lc., M.A., Dr. Abd. Mustaqim, M.Ag., Studi Kepemimpinan Islam, Suka
Pres, Yogyakarta, 2012, hal. 121-122.